motivasi

Cerita Hati

Berani Jadi Diri Sendiri: Saat Kita Tidak Lagi Mengejar Sempurna

“Owning our story and loving ourselves through that process is the bravest thing that we’ll ever do.”— Brené Brown, The Gifts of Imperfection Kita hidup di dunia yang sangat cepat menilai. Terlalu gemuk, terlalu kurus. Terlalu keras, terlalu lembut. Terlalu banyak bicara, terlalu diam. Di tengah segala tuntutan itu, kita kadang lupa satu hal: menjadi diri sendiri itu bukan kelemahan. Itu keberanian. Di Nala Karsa, setiap manik-manik yang kami rangkai bukan sekadar ornamen. Ia adalah pernyataan kecil bahwa kita semua indah dalam ketidaksempurnaan, dalam perjalanan yang tak selalu lurus, dalam warna yang kadang bertabrakan. Sama seperti setiap orang yang mampir ke sini, setiap gelang punya karakternya sendiri. Tidak perlu seragam. Tidak harus sempurna. Sempurna Itu Melelahkan Kita terlalu sering mencoba menyesuaikan diri agar terlihat “cukup” di mata orang lain. Cukup keren. Cukup produktif. Cukup cantik. Cukup “berhasil.” Tapi sebenarnya… cukup untuk siapa? Brené Brown mengajak kita berhenti mengejar kesempurnaan yang fana dan mulai menerima diri kita—dengan segala lukanya, kekacauannya, dan kebesaran jiwanya. Dan itu bukan berarti menyerah. Justru, itu titik awal keberanian sejati. Merangkai Diri Lewat Hal-Hal Kecil Ada alasan mengapa banyak orang suka merangkai manik. Aktivitas ini memberi ruang untuk memperlambat waktu, memperhatikan detail, dan menghadirkan rasa syukur atas hal kecil. Saat kita merangkai, kita seperti berbicara dengan diri sendiri:“Hei, kamu cukup. Bahkan saat sedang kacau pun, kamu tetap bisa menciptakan sesuatu yang indah.” Setiap manik yang kamu susun bisa jadi pengingat: bahwa prosesmu itu valid. Bahwa kamu tidak perlu jadi versi palsu dari dirimu hanya untuk diterima. Cerita Hati dari Kami untuk Kamu Kita tahu rasanya ragu. Takut. Merasa tertinggal. Tapi hari ini, kami ingin bilang: kamu nggak sendirian. Banyak hati yang sedang belajar berdamai. Dan kalau kamu butuh tempat untuk berhenti sejenak, tarik napas, dan mengingat kembali siapa dirimu—Nala Karsa ada di sini. Gelang yang kamu pakai bisa jadi simbol kecil perjuanganmu. Mungkin tidak akan dimengerti semua orang. Tapi selama kamu tahu maknanya, itu sudah lebih dari cukup. Nala Karsa

Cerita Hati

Emotional Intelligence: Tentang Mengenal dan Merangkul Diri

Ada hari-hari di mana kamu ngerasa marah, sedih, cemburu, tapi nggak tahu kenapa. Dan kadang, kamu justru nyalahin diri sendiri karena ‘terlalu emosional’. Padahal, mungkin kamu cuma belum sempat duduk sebentar… dan benar-benar kenal sama hatimu sendiri. Kita tumbuh di dunia yang sering menganggap emosi itu kelemahan. Disuruh kuat terus. Disuruh logis. Disuruh move on cepat. Tapi kenyataannya, hati kita bukan mesin. Ia perlu ruang untuk didengar, bukan hanya diatur. Lalu, apa itu Emotional Intelligence? Secara sederhana, Emotional Intelligence (kecerdasan emosional) adalah kemampuan untuk mengenali, memahami, dan mengelola emosi, baik emosi diri sendiri, maupun emosi orang lain. Bukan berarti kamu nggak boleh marah atau sedih. Tapi kamu paham kenapa kamu marah, apa yang sebenarnya kamu butuhkan, dan bagaimana merespons tanpa menyakiti diri sendiri maupun orang lain. Ini bukan tentang menahan perasaan. Tapi tentang memeluknya dengan sadar.   Kenapa ini penting? Karena hidup itu nggak cuma soal hal-hal besar. Tapi juga soal perasaan yang kecil-kecil, seperti: Tentang caramu bangun pagi dan merasa cukup. Tentang menanggapi kritik tanpa kehilangan harga diri. Tentang memaafkan, bahkan saat kamu nggak dapat permintaan maaf. Dan semua itu berawal dari satu hal: berani mengenal dirimu lebih dalam.   Mungkin kamu bisa mulai dari hal-hal ini:  Tanya ke diri sendiri setiap malam: “Apa yang aku rasakan hari ini?”  Tulis di jurnal saat hatimu penuh, jangan tunggu sampai meledak.  Beri nama emosimu, karena yang bisa disebutkan, bisa dipeluk.  Maafkan diri yang belum sempurna, karena kamu sedang belajar jadi lebih bijak.   Penutup kecil dari Nalakarsa: Di balik setiap gelang yang kami buat, ada harapan kecil. Bahwa ia bisa jadi pengingat: kamu berharga, meski sedang berantakan. Bahwa jadi emosional bukan dosa, tapi bentuk lain dari jadi manusia. Kalau hari ini kamu merasa rapuh, tarik napas dalam. Lalu ucapkan perlahan dalam hati: “Aku sedang belajar. Dan itu sudah cukup baik.” Nala Karsa.

Scroll to Top